Posted: 23 Jul 2012 04:00 PM PDT
Sebagian orang beralasan bahwa ia adalah
pekerja keras, buruh bangunan, supir bis jarak jauh, yang kerjanya
begitu melelahkan sehingga enggan puasa. Padahal mencari nafkahnya bisa
ditunda di lain waktu atau bisa mencari pekerjaan pengganti. Mana yang
mesti didahulukan? Bekerja ataukah memilih untuk puasa? Sebagian orang
ada yang berpuasa bahwa orang seperti tadi boleh diganti fidyah, namun
ini jelas fatwa tanpa dasar dan keliru.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin 'Abdillah bin Baz –mufti Kerajaan Saudi
Arabia di masa silam- diajukan pertanyaan: Aku berpuasa Ramadhan di
negeriku, walhamdulillah. Akan tetapi karena banyaknya pekerjaan dan
terlihat berat, aku pun kelelahan. Apakah aku memiliki kewajiban lain
ataukah aku harus meninggalkan pekerjaan berat semacam itu dan aku
memulai berpuasa?
Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk terus beramal sholih.
@ APO, Jayapura, Papua, 4 Ramadhan 1433 H di waktu sahur penuh berkah
www.rumaysho.com
Jawaban Syaikh Ibnu Baz rahimahullah,
“Hendaklah engkau berpuasa sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah
dan tinggalkanlah pekerjaan berat yang bisa membahayakanmu. Kerja saja
semampumu dan tetap sempurnakan puasamu. Jika pekerjaan itu dilakukan 10
jam dan itu memberatkanmu, maka jadikanlah pekerjaan tersebut menjadi 7
jam, 6 jam, atau 5 jam sehingga engkau mampu berpuasa. Jangan lakukan
pekerjaan yang bisa membahayakanmu atau membuatmu jadi lemas. Karena
sekali lagi, Allah Ta’ala telah mewajibkanmu untuk berpuasa dan
engkau dalam keadaan sehat dan selamat, tidak sakit dan bukan pula
musafir. Maka wajib bagimu berpuasa dan meninggalkan pekerjaan yang
melelahkan, membuat capek dan membahayakan, atau minimal engkau memilih
meminimalkan pekerjaanmu.”
Sumber fatwa: http://binbaz.org.sa/mat/13354Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk terus beramal sholih.
@ APO, Jayapura, Papua, 4 Ramadhan 1433 H di waktu sahur penuh berkah
www.rumaysho.com