Awal mula Perang Salib adalah Perang
antar Gereja dan Yahudi, jadi bukan bermula Perang antara Kristen dan
Islam, yang penengertian umum saat ini.
Berkut adalah Riwayatnya:
Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk
mengambil kuasa kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim.
Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan
cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar
Eropa.
Pengepungan Antioch, dari lukisan miniatur abad pertengahan selama Perang Salib Pertama.
Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan
sedikit pimpinan terpusat, berjalan melalui tanah dan laut menuju
Yerusalem dan menangkap kota tersebut pada Juli 1099, mendirikan
Kerajaan Yerusalem atau kerajaan Latin di Yerusalem. Meskipun penguasaan
ini hanya berakhir kurang dari dua ratus tahun, Perang salib merupakan
titik balik penguasaan dunia Barat, dan satu-satunya yang berhasil
meraih tujuannya.
Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama
Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah
ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral,
pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima
ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai
Kerajaan Allah di dunia. Pertikaian selalu bermunculan di antara
pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang
haus tanah membuat rakyat menderita.
Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus.
Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV —
kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak
menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan
pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen.
Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan
orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini
akan membantu mencapai tujuannya.
Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel,
serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu
gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia
menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar
terus.
Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia
menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: 'Telah tersebar sebuah cerita
mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan
Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi
penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar.' Ia berseru:
'Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah
sebagai milikmu.'
'Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya),' teriak para peserta.
Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika
para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke
Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang
Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan
agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk
keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali
tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh
non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah
merampas tanah suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayani
Allah.
Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang
mengikutinya menekankan 'keuntungan' spiritual dari perang melawan
orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan
para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan
langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu
di api penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib
berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal
yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang
kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman
bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis
telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan
bahwa 'pengkhianat' ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka:
menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.
Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan
perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan
Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu.
Taktik para tentara Perang Salib ialah 'tidak membawa tawanan'. Seorang
pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit
'menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang
kuda'.
Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat
Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari
penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru,
yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat.
Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat
setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah
Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit
(bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk
untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi
militer yang tangguh dan berdiri sendiri.
Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak
dramatis dan bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan
orang-orang Muslim secara efektif.
1. Perang Salib Rakyat.
Perang Salib Rakyat adalah bagian dari Perang Salib pertama dan berakhir
kira-kira enam bulan dari April 1096 sampai Oktober. Perang ini juga
dikenal sebagai Perang Salib Populer.
2.Perang Salib Jerman.
Perang Salib Jerman 1096 adalah bagian dari Perang Salib pertama di mana
tentara perang salib rakyat, kebanyakan dari Jerman, tidak menyerang
Muslim namun orang Yahudi. Meskipun anti-semitisme telah ada di Eropa
selama berabad-abad, ini merupakan pogram massal pertama yang
terorganisasi. Dalam beberapa kasus, otoritas dan pemimpin keagamaan
berusaha melindungi orang Yahudi.
3.Perang Salib 1101 adalah sebuah perang salib dari 3 gerakan yang
terpisah, diatur tahun 1100 dan 1101 setelah kesuksesan Perang Salib
Pertama.
Perang Salib Pertama yang berhasil menyarankan panggilan bantuan dari
Kerajaan Yerusalem yang baru dibentuk, dan Paus Paschal II mendorong
adanya ekspedisi baru. Ia terutama mendorong yang telah melakukan janji
perang salib namun tidak pernah berangkat, dan yang telah memutar balik
selama perjalanan. Beberapa orang ini telah menerima caci maki di
rumahnya dan menghadapi tekanan agar kembali ke timur; Adela dari Blois,
istri Stephen, Raja Blois, yang telah melarikan diri dari Pertempuran
Antiokhia tahun 1098, juga sangat kecewa dengan suaminya bahwa dia tidak
akan mempersilahkannya tinggal di rumah.
4.
Perang Salib Kedua
Peta tahun 1140 yang menunjukan jatuhnya Edessa di sebelah kanan peta, yang merupakan sebab terjadinya Perang Salib Kedua.
Perang Salib Kedua (berlangsung dari sekitar tahun 1145 hingga tahun
1149) adalah Perang Salib kedua yang dilancarkan dari Eropa, yang
dilaksanakan karena jatuhnya Kerajaan Edessa pada tahun sebelumnya.
Edessa adalah negara-negara Tentara Salib yang didirikan pertama kali
selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga yang pertama jatuh.
Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan
Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, yaitu Louis VII
dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari
bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja
tersebut bergerak menyebrangi Eropa secara terpisah melewati Eropa dan
agak terhalang oleh kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus; setelah
melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia, pasukan-pasukan kedua
raja tersebut dapat ditaklukan oleh orang Seljuk. Louis, Conrad, dan
sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melakukan serangan
yang 'keliru' ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur gagal
dan merupakan kemenangan besar bagi orang Muslim. Kegagalan ini
menyebabkan jatuhnya Kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir
abad ke-12.
Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah.
Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa
tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan
kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun
1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal,
membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu
menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilahkan untuk
tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan
keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai
dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi
beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.
Latar belakang
Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat
tiga negara tentara salib yang didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem,
Kerajaan Antiokhia, dan Kerajaan Edessa. Kerajaan Tripoli didirikan pada
tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling
utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling
lemah dan memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu, daerah ini
sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid,
Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap
akibat kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin
dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun
Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin
dibunuh dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II,
dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun
1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja
Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar
dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan Edessa
tidak memiliki sekutu yang kuat.
Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128.
Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin
II mengubah perhatian mereka ke arah Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan
di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid,
nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota
Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh
penulis kronik Usamah ibn Munqidh.
Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan
menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid
Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam
kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk
mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada
tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan
lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah
terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit
demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium.
Zengi sendiri memuji Islam sebagai 'pelindung kepercayaan' dan al-Malik
al-Mansur, 'raja yang berjaya'. Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa,
atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di
Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus.
Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di
Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali
Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada
November 1146.
Reaksi dari barat
Berita jatuhnya Edessa diberitakan oleh para peziarah pada awal tahun
1145, lalu kemudian oleh duta besar dari Antiokhia, Yerusalem dan
Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus
Eugenius III, yang menerbitkan papal bull Quantum praedecessores pada
tanggal 1 Desember 1145, yang memerintahkan dilaksanakannya Perang Salib
Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur
diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib:
ini merupakan penyebutan Prester John yang pertama kali
didokumentasikan. Eugenius tidak menguasai Roma dan tinggal di Viterbo,
namun demikian, perang salib diartikan untuk lebih mengatur dan
menguasai daripada Perang Salib Pertama: beberapa pendeta akan diterima
oleh paus, angkatan bersenjata akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari
Eropa, dan rute penyerangan akan direncanakan. Tanggapan terhadap papal
bull perang salib sedikit, dan harus dikeluarkan kembali saat Louis VII
akan mengambil bagian dalam ekspedisi. Louis VII dari Perancis juga
telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus, di mana ia
mengumumkan kepada istanannya di Bourges pada tahun 1145. Hal ini
diperdebatkan saat Louis merencanakan perang salibnya sendiri, saat ia
hendak memenuhi janjinya kepada saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi
ke Tanah Suci, di mana ia akhirnya dihentikan oleh kematian. Mungkin
Louis memilih pilihannya dengan bebas dengan mendengar tentang Quantum
Praedecessores. Dalam beberapa hal, Kepala Biara Suger dan bangsawan
lainnya tidak senang dengan rencana Louis, di mana ia akan pergi dari
kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernard dari
Clairvaux, yang menyuruhnya menemui kembali ke Eugenius. Kini Louis
telah mendengar tentang papal bull, dan Eugenius dengan penuh semangat
mendukung perang salib Louis. Papal Bull dikeluarkan kembali pada
tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada
Bernard untuk berceramah di Perancis.
Bernard dari Clairvaux berkhotbah kepada Tentara Salib
Tidak terdapat antusias populer untuk perang salib sebagaimana telah ada
tahun 1095 sampai tahun 1096. Namun, St. Bernard, salah satu orang
terkenal diantara umat nasrani pada saat itu, menemukan jalan bijaksana
untuk mengambil salib sebagai arti mendapat pengampunan dari dosa dan
mencapai keagungan. Pada 31 Maret, dengan persembahan Louis, dia
menasehati keramaian di lapangan di Vézelay. Bernard berorasi, dan
orang-orang naik dan berteriak 'Salib, berikan kami salib!', dan mereka
pergi untuk membuat salib. Tidak seperti perang salib pertama, perang
salib kedua menarik perhatian keluarga rajam seperti Eleanor dari
Aquitaine, Ratu Perancis, Thierry dari Elsas, Graf Flander, Henry, yang
nantinya akan menjadi graf Champagne, saudara Louis Robert I dari Dreux,
Alphonse I dari Tolosa, William II dari Nevers, William de Warenne,
pangeran ketiga Surrey, Hugh VII dari Lusignan, dan bangsawan dan uskup
lainnya. Tapi bantuan lebih banyak muncul dari orang-orang. St. Bernard
menulis kepada uskup beberapa hari kemudian: 'Saya buka mulut saya, saya
berbicara, dan dan akhirnya Tentara Salib berjumlah menjadi tak
terbatas. Desa dan Kota sekarang ditinggalkan. Anda akan baru saja
menemukan 1 laki-laki untuk 7 wanita. Dimana-mana anda akan melihat
janda yang suaminya masih hidup'.
Akhirnya disetujui bahwa tentara salib akan berangkat dalam 1 tahun,
selama waktu ini mereka akan membuat persiapan dan membuat jalur menuju
tanah suci. Louis dan Eugenius menerima bantuan dari pemimpin-pemimpin
dimana daerah mereka akan dilewati: Geza dari Hongaria, Roger II dari
Sisilia, dan kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus, meskipun Manuel ingin
tentara salib untuk bersumpah kesetiaannya kepadanya, seperti yang
diminta Kakeknya, Alexius I Comnenus.
Sementara itu, St. Bernard melanjutkan untuk berkhotbah di Burgundi,
Lorraine, dan Flanders. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbah
membuat serangan kepada orang Yahudi; seorang pendeta fanatik Jerman
bernama Rudolf adalah orang yang membuat terjadinya pembantaian orang
Yahudi di Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer, dengan Rudolf mengklaim
orang Yahudi tidak berkontribusi secara finansial untuk menolong tanah
suci. St. Bernard dan uskup besar dari Cologne dan Mainz dengan hebat
menentang penyerangan itu, dan juga St. Bernard mengunjungi dari
Flanders ke Jerman untuk mengatasi masalah itu, dan juga St. Bernard
meyakinkan para pendengar Rudolf untuk mengikutinya. Bernard lalu
menemukan Rudolf di Mainz dan berhasil mendiamkannya, dan
mengembalikannya ke biara.
Eleanor dari Aquitaine
Saat
masih di Jerman, St. Bernard juga berkhotbah kepada Conrad III dari
Jerman pada bulan November tahun 1146, tapi Conrad tidak tertarik untuk
berpartisipasi, Bernard melanjutkan perjalanannya untuk berkhotbah di
Jerman Selatan dan Swiss. Namun, dalam perjalanannya pulang pada bukan
Desember, dia berhenti di Speyer, dimana, dalam kehadiran Conrad, dia
mengantarkan khotbah emosional dimana dia mengambil peran Yesus dan
bertanya apa yang akan dia lakukan untuk kaisar. Lalu Bernard berteriak
'Orang!', 'apa yang sebaikinya aku lakukan untukmu yang tidak pernah
kulakukan?' Conrad tidak bisa melawan lagi dan bergabung dengan perang
salib dengan banyak bangsawannya, termasuk Frederick II. Seperti di Kota
Vézelay, banyak orang juga ikut perang salib di Jerman.
Paus juga memimpin perang salib di Spanyol, meskipun perang melawan
orang Moor masih terjadi untuk beberapa waktu. Dia memberikan Alfonso
VII dari Kastilia indulgensi yang sama ia berikan kepada tentara salib
Perancis, dan seperti yang dilakukan Paus Urban II tahun 1095, membuat
orang Spanyol untuk bertarung untuk teritorinya sendiri daripada
bergabung dengan tentara salib. Dia memimpin Marseille, Pisa, Genoa, dan
kota lainnya untuk bertarung di Spanyol, tapi bagaimanapun memaksa
orang Italia, seperti Amadeus III dari Savoy untuk pergi ke timur.
Eugenius tidak mau Conrad berpartisipasi, dan berharap bahwa dia akan
memberikan bantuan kerajaan untuk klaimnya terhadap kepausan, tapi dia
tidak melarangnya untuk pergi. Eugenius III juga memimpin sebuah tentara
salib di Jerman untuk melawan Wend, yang adalah penganut pagan. Perang
telah terjadi untuk beberapa waktu antara orang Jerman dan orang Wend,
dan mengambil bujukan Bernard untuk mempersilahkan indulgensi diumumkan
untuk Tentara Salib Wend. Ekspedisi ini tidak seperti tentara salib
tradisional, ini adalah ekspansi melawan pagan daripada melawan orang
Muslim, dan tidak dihubungkan dengan pertahanan tanah suci. Perang Salib
Kedua melihat melihat perkembangan menarik dalam arena baru perjalanan
perang salib.
Persiapan
Pada tanggal 16 Februari 1147, tentara salib Perancis mendiskusikan
tentang rute penyerangan mereka nantinya. Mereka mendiskusikan hal itu
di Kota Étampes. Orang Jerman telah memilih untuk berpetualang melewati
Hongaria, dimana Roger II musuh dari Conrad dan jalur laut tidak dapat
dijalankan. Banyak bagnsawan Perancis tidak percaya jalur darat, dimana
akan membawa mereka ke kekaisaran Bizantium, reputasi masih menderita
dari First Crusaders. Meskipun dipilih untuk mengikuti Conrad, dan untuk
memulainya pada tanggal 15 Juni. Roger II melawan dan menolak untuk
berpartisipasi. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan Raja William dari
Nevers dipilih sebagai pengawas selama Raja sedang pergi berpartisipasi
dalam perang salib.
Di Jerman, khotbah lebih jauh dilakukan oleh Adam dari Ebrach, dan Otto
dari Freising juga mengambil salib. Pada 13 Maret di Frankfurt, anak
Conrad, Frederick IV dipilih sebagai raja, dibawah pengawasan Henry,
Keuskupan Agung Mainz. Jerman berencana untuk maju pada bulan Mei dan
bertemu orang Perancis di Konstantinopel. Selama pertemuan itu, pangeran
Jerman yang lain memperluas ide perang salib kepada etnis Slavia yang
tinggal di timur laut dari Kekaisaran Romawi Suci, dan dipimpin oleh
Bernard untuk mengirim perang salib terhadap mereka. Pada 13 April,
Eugenius mengkonfirmasi perang salib ini, membandingkan perang salib di
Spanyol dan Palesitan. Dan pada tahun 1147, Perang Salib Wend juga
muncul.
Alfonso I dari Portugis
Pada pertengahan bulan Mei, rombongan pertama
mens/thumb/5/55/AfonsoI-P.jpg/180px-AfonsoI-Pninggalkan Inggris, terdiri
dari orang Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa
tentara salib Jerman. Tidak ada pangeran atau raja memimpin bagian
perang salib ini; Inggris pada saat itu di tengah-tengah anarkisme.
Mereka tiba di Porto pada bulan Juni, dan diyakinkan oleh uskup untuk
melanjutkan perjalanan menuju Lisboa, dimana Raja Alfonso telah pergi
saat mendengar armada tentara salib menuju kesitu. Pengepungan Lisboa
dimulai pada 1 Juli dan berakhir pada 24 Oktober saat kota itu jatuh
ketangan tentara salib. Beberapa tentara salib bertahan di kota baru
yang baru direbut, dan Gilbert dari Hastings dipilih sebagai uskup, tapi
banyak armada melanjutkan ke timur pada Februari 1148. Hampir pada
waktu yang sama, orang Spanyol dibawah Alfonso VII dari Kastilia dan
Ramon Berenguer IV dan lainnya merebut AlmerÃa. Pada tahun 1148 dan
1149, mereka juga merebut Tortosa, Fraga, dan Lerida.
Keberangkatan Jerman
Tentara Salib Jerman, tediri dari Franconia, Bavaria, dan Swabia
meninggalkan tanah mereka, juga pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria
bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria
akhirnya membiarkan mereka lewat tanpa dilukai. Saat pasukan tiba di
tertori Kekaisaran Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang
Bizantium, dan pasukan Bizantium bertugas agar tidak ada masalah apapun.
Ada pengepungan kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau
menurut di dekat Philippopolis dan di Adrianopel, dimana Jendral
Bizantium Prosouch bertarung dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan
menjadi kaisar, Frederick. Hal yang membuat semakin buruk adalah
beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September.
Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel, dimana relasi dengan
Manuel kecil dan orang Jerman dipersilahkan untuk menyebrang menuju Asia
Kecil secepat mungkin. Manuel mau Conrad meninggalkan beberapa
pasukannya dibelakang, untuk membantunya bertahan melawan serangan dari
Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut kota-kota
di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun adalah musuh dari Roger.
Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua
Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu orang Perancis, dan
maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan
pasukannya menjadi 2 divisi, 1 dihancurkan oleh Seljuk pada tanggal 25
Oktober 1147 pada Pertempuran Kedua Dorylaeum. Orang Turki Seljuk
menggunakan taktiknya dalam berpura-pura mundur, lalu membalas menyerang
pasukan kecil kavalri Jerman yang telah terpisah dari pasukan utama
untuk mengejar mereka. Conrad mulau mundur ke Konstantinopel, dan
pasukannya diganggu oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan
penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertarung dengan mereka.
Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan
pantai Mediterania dan ditaklukan pada awal tahun 1148.
Keberangkatan Perancis
Lukisan Dinding Kaisar Manuel I
Tentara
Salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni, dipimpin oleh
Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan
saudaranya, William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan
lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan
Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa,
memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung
dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute
Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza
dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilahkan orang
Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.
Relasi dengan Bizantium juga kecil, dan Lorrainer, yang telah maju, juga
datang dengan konflik dengan orang Jerman yang perjalanannya lebih
lambat. Sejak negosiasi awal diantara Louis dan Manuel, Manuel telah
melaksanakan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm, menandatangani
gencatan senjata dengan Mas'ud. Ini telah dilakukan sehingga Manuel
bebas mengkonsentrasikan pertahanan kekaisarannya dari tentara salib,
yang telah mendapat reputasi untuk pencurian dan penghianatan sejak
Perang Salib Pertama dan dituduh melakukan hal jahat di Konstantinopel.
Relasi Manuel dengan pasukan Perancis lebih baik daripada dengan orang
Jerman, dan Luis terhibur di Konstantinopel. Beberapa orang Perancis
marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan
penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dikendalikan oleh papal
legate.
Saat pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis
di Konstantinopel, melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju
Durres, seluruh pasukan perahu mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia
Kecil. Dalam tradisi yang dibuat oleh Kakek dari Manuel, Alexios I,
Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang
direbutnya kepada Bizantium. Mereka disemangati oleh rumor bahwa orang
Jerman telah merebut Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis satupun
pasukan Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari
Sisilia, dan semua pasukan Manuel diperlukan di Balkan. Baik Jerman dan
Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti Perang
Salib Pertama.
Orang Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad
bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising
sepanjang pantai Mediterania, dan mereka tiba di Efesus pada bulan
Desember, dimana mereka mempelajari kalau Turki Seljuk menyiapkan
penyerangan untuk menyerang mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang
mengkomplain tentang menjarah dan merampas yang Louis lakukan
disepanjang jalan, dan tidak ada tanggung jawab kalau Bizantium akan
membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit
dan kembali ke Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya, dan Louis,
tidak mendengarkan peringatan serangan Seljuk, maju keluar Efesus.
Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertarungan kecil diluar Efesus,
orang Perancis menang, Mereka mencapai Laodicea pada bulan Januari tahun
1148, hanya beberapa hari setelah pasukan Otto dari Freising
dihancurkan di daerah yang sama. Melanjutkan serangan, barisan depan
dibawah Amadeus dari Savoy terpisah dari sisa pasukan, dan pasukan Louis
diikuti oleh orang Turki, yang tidak menyadarinya. Orang Turki tidak
mengganggu dengan menyerang lebih jauh dan orang Perancis maju ke
Adalia, yang telah dihancurkan dari jauh oleh Seljuk, yang juga telah
membakar tanah untuk menghindari orang Perancis dari melengkapi
makanannya, baik untuk diri mereka maupun untuk orang Perancis. Louis
ingin untuk melanjutkan dengan tanah demi tanah, dan telah dipilih untuk
mengumpulkan armada di Adalia dan berlabuh ke Antiokhia. Setelah
terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang
dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri
mereka sendiri, dimana sisa pasukan harus melanjutkan serangan jauh ke
Antiokhia. Pasukan itu hampir dihancurkan seluruhnya, baik karena orang
Turki maupun karena sakit.
Perjalanan menuju Yerusalem
Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat karena
badai; Amadeus dari Savoy tewas di Siprus selama perjalanan. Louis
disambut oleh paman dari Eleanor, Raymond. Raymond mengharapkannya
membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi
melawan Aleppo, tapi Louis menolak, dia lebih memilih untuk memasuki
Yerusalem daripada fokus dalam aspek militer. Eleanor menikmatinya, tapi
pamannya mau dia tetap disitu dan menceraikan Louis jika dia menolak
membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia dan pergi ke Kerajaan
Tripoli. Setelah itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di
Jerusalam pada awal April, setelah itu Conrad segera sampai, dan Fulk,
Patriarch dari Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung
dengan mereka. Armada yang berhenti di Lisboa tiba pada saat ini, dan
juga orang Provencals dibawah Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri
telah tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem, diracuni oleh Raymond II
dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di
Tripoli.
Dewan Akko
Mesjid Umayyah di tengah kota Damaskus
Di Yerusalem, fokus perang salib berubah di Damaskus, target yang
diincar oleh Raja Baldwin III dan Ksatria Templar. Conrad didesak untuk
mengambil bagian dalam ekspedisi ini. Saat Louis tiba, Haute Cour
bertemu di Akko pada tanggal 24 Juni. Ini adalah pertemuan paling
spektakular dari Cour dalam keberadaannya: Conrad, Otto, Henry II dari
Austria, Frederick I, dan William V dari Montferrat mewakili Kekaisaran
Romawi Suci; Louis, Bertrand anak dari Alphonse, Thierry dari Elsas, dan
raja lainnya mewakili Perancis; dan dari Yerusalem, Raja Baldwin, Ratu
Melisende, Patriarch Fulk, Robert dari Craon, Raymond du Puy de
Provence, Manasses dari Hierges, Humphrey II dari Toron, Philip dari
Milly, dan Barisan dari Ibelin. Catatan, tidak ada yang datang dari
Antiokhia, Tripoli, ataupun dari Edessa datang. Beberapa orang Perancis
menyadari kalau kewajiban mereka terpenuhi, dan mau pulang; beberapa
bangsawan Yerusalem menunjuk bahwa tidak bijaksana untuk menyerang
Damaskus, sekutu mereka melawan Dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan
Baldwin berisikeras, dan pada bulan Juli, pasukan itu bersiap di
Tiberias.
Pertempuran Damaskus
Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari timur, dimana kebun
akan memberi mereka makanan konstan. Mereka tiba pada tanggal 23 Juli,
dengan pasukan Yerusalem di garis depan, diikuti dengan Louis dan lalu
Conrad sebagai penjaga belakang. Orang Muslim berisap untuk serangan dan
langsung menyerang pasukan yang maju menuju perkebunan. Pasukan Salib
mampu melawan mereka dan mengejar mereka kembali ke Sungai Barada dan
menuju Damaskus; setelah tiba diluar tembok kota, mereka langsung
menyerang Damaskus. Damaskus telah meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I
dari Aleppo dan Nuruddin dari Mosul, dan vizier, Mu'inuddin Unur,
memimpin serangan yang tidak berhasil pada kemah pasukan salib. Ada
konflik pada kedua kemah: Unur tidak mempercayai Saifuddin atau Nuruddin
dari menguasai seluruh kota jika mereka menawarkan bantuan; dan pasukan
salib tidak setuju siapa yang akan mendapatkan kota jika mereka
merebutnya. Pada 27 Juli, pasukan salib memilih untuk bergerak ke bagian
timur kota, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi memiliki sedikit
persediaan makanan dari air. Nuruddin telah tiba dan tidak mungkin untuk
kembali ke posisi mereka yang terbaik. Pertama Conrad, lalu sisa dari
pasukan, memilih untuk mundur ke Yerusalem.
Akibat
Semua sisi merasa dikhianati oleh yang lain. Rencana lain baru dibuat
untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi
tidak ada bantuan tiba, karena tidak ada kepercayaan karena kegagalan
serangan Damaskus. Ekspedisi Ascalon ditinggalkan, dan Conrad kembali ke
Konstantinopel, dimana Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun
1149. Kembali ke Eropa, Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan, dan
ketika dia hendak memanggil perang salib yang gagal, dia mencoba
memisahkan dirinya dari fiasco perang salib kedua. Dia meninggal pada
tahun 1153.
Serangan Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak
lagi percaya kepada Kerajaan Tentara Salib, dan Kota itu diambil oleh
Nuruddin pada tahun 1154. Baldwin III akhirnya mengepung Ascalon pada
tahun 1153, dimana membawa Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu
membuat kemajuan memasuki Mesir, dengan singkat merebut Kairo pada tahun
1160. Namun, relasi dengan Kekaisaran Bizantium dicampur, dan bantuan
dari barat jarang setelah bencana dari perang salib kedua. Raja Amalric I
dari Yerusalem bersekutu dengan Bizantium dan berpartisipasi dalam
invasi Mesir tahun 1169, tapi ekspedisi ini gagal. Pada tahun 1171,
Saladin, keponakan dari salah satu jendarl Nuruddin, menjadi Sultan
Mesir, mempersatukan Mesir dan Siria dan mengepung kerajaan tentara
Salib. Setelah itu, aliansi dengan Bizantium berakhir dengan kematian
kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang
dan direbut oleh Saladin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut
semua ibukota dari semua daerah yang direbut tentara salib, menyulut
terjadinya Perang Salib Ketiga.
...bersambung
Referensi:
Pustaka utama
* Anonymous. De expugniatione Lyxbonensi. The Conquest of Lisbon. Edited
and translated by Charles Wendell David. Columbia University Press,
1936.
* Odo dari Deuil. De profectione Ludovici VII in orientem. Edited and
translated by Virginia Gingerick Berry. Columbia University Press, 1948.
* Otto dari Freising. Gesta Friderici I Imperatoris. The Deeds of
Frederick Barbarossa. Edited and translated by Charles Christopher
Mierow. Columbia University Press, 1953.
* The Damascus Chronicle of the Crusaders, extracted and translated from
the Chronicle of Ibn al-Qalanisi. Edited and translated by H. A. R.
Gibb. London, 1932.
* William dari Tirus. A History of Deeds Done Beyond the Sea. Edited and
translated by E. A. Babcock and A. C. Krey. Columbia University Press,
1943.
* O City of Byzantium, Annals of Niketas Choniatēs, trans. Harry J. Magoulias. Wayne State University Press, 1984.
* John Cinnamus, Deeds of John and Manuel Comnenus, trans. Charles M. Brand. Columbia University Press, 1976.
Pustaka kedua
* Michael Gervers, ed. The Second Crusade and the Cistercians. St. Martin's Press, 1992.
* Jonathan Phillips and Martin Hoch, eds. The Second Crusade: Scope and Consequences. Manchester University Press, 2001.
* Steven Runciman, A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of
Jerusalem and the Frankish East, 1100-1187. Cambridge University Press,
1952.
* Kenneth Setton, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 (available online).