PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Senin, 22 Februari 2010

SBY Kecanduan Utang

CANDU menyebabkan mabuk. Kesadaran menjadi lemah, perilaku serba salah tingkah, tidak menunjukkan kenormalan. Dari dulu hingga sekarang orang suka fly (melayang) lewat candu, ganja, narkoba serta pelbagai macam jenis obat-obatan terlarang. Karena berbahaya, maka negara Indonesia sudah membuat undang-undang larangan penggunaan obat-obatan terlarang/psikotropika.

Sudah jelas kok, undang-undang itu untuk melarang dan menghentikan semua aktivitas produksi, membawa, mengedarkan dan mengonsumi obat terlarang itu secara illegal. Ancaman hukumannya pun tergolong berat: Mati. Dan sudah begitu banyak orang mati dieksekusi gara- gara pasal anti-narkoba. Hanya saja, faktanya masih saja orang suka melanggar larangan itu. Dasar manusia!

Di Indonesia, bukan cuma banyak orang kecanduan narkoba dan sejenisnya, tetapi juga kecanduan utang. Satu penyakit lama yang diderita oleh Pemerintah Indonesia sejak orde baru tahun 1970-an. Indonesia di bawah rezim Soeharto membuka pintu lebar-lebar terhadap utang luar negeri dari negara kapitalis.

Sejak saat itulah, semua penguasa di Indonesia punya selera tinggi untuk berutang. Seolah-olah haram bagi presiden untuk tidak utang. Utang menjadi sebuah kewajiban. Kebiasaan ini menjadi yang kemudian melahirkan istilah baru: Kecanduan utang.

Istilah ini lahir dari Koordinator Advokasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Wahyu Susilo dalam sebuah diskusi "100 Hari Pemerintahan SBY- Boediono" di Jakarta, Minggu (31/1). Dia mengatakan, timbunan utang Indonesia semakin menggunung selama pemerintahan SBY- Boediono. INFID pun menilai Kabinet Indonesia Bersatu II sudah kecanduan utang baik utang bilateral dan multilateral.

"Selama 100 hari, diplomasi ekonomi yang dilakukan semakin menambah utang. Sementara politik luar negeri tidak diarahkan pada pengurangan utang," kata Wahyu. Dalam tahun 2009 saja, keseluruhan utang pemerintah pusat mencapai Rp1.618 triliun. Tiap tahun beban utang mengganggu anggaran belanja negara. Tahun 2010 ini, pemerintah harus menyiapkan cicilan utang dan bunga Rp 116 triliun.

Menurut Wahyut Timbunan, utang baru pemerintah SBY-Boediono sudah tampak terlihat dari lahirnya program pengentasan kemiskinan seperti PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), PKH (Program Keluarga Harapan), dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), yang dilanjutkan biaya utang luar negeri. Program tersebut sebelumnya menjadi program independen yang secara mandiri dilaksanakan pemerintah, tapi sekarang diserahkan ke asing.

Belum lagi beban utang kebijakan bernama Development Program Policy Support Program. Tambahan utang ini didapat dari Bank Pembangunan Asia senilai 200 juta dolar AS dan Bank Dunia senilai 600 juta dolar AS.

Direktur Eksekutif INFID Donatus K. Marut menambahkan bahwa kecanduan pemerintah SBY pada utang nampak ketika memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan puncak perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark, pertengahan Desember 2009. Presiden SBY telah mendapatkan komitmen utang baru untuk perubahan iklim.

Menurutnya, hingga 2009, pemerintah Indonesia memiliki illegitimate debt atau utang tidak sah mencapai lebih dari 500 juta dolar AS. Utang demikian banyak tersebut rentan dan rawan dikorupsi. Karena ditilik dari sisi manfaat, utang semacam ini tidak membantu mensejahterakan rakyat Indonesia.

Pasalnya, sebut Donatus, dari penelitian INFID, sekitar lebih dari 500 juta dolar AS --belum termasuk dihitung utang dari Bank Dunia-- hanya dipakai untuk staf dan konsultan Bank Dunia, bukan untuk proyek pembangunan. Dari total utang Indonesia mencapai Rp1.618 triliun, 43 persen berupa utang multilateral dan bilateral. Sedangkan sisanya 57 persen dari Surat Utang Negara (SUN). Total utang luar negeri mencapai Rp587.76 triliun atau setara dengan 63.20 juta dolar AS.

Senyatanya siapapun pemerintahan di Indonesia tidak pernah mampu lolos dari jerat utang. Akibat lilitan beban bunga dan fluktuasi kurs. Bunga dihitung dolar/yen, sementara dalam sejarah Indonesia tidak pernah tercatat satu kalipun nilai dolar di bawah rupiah.

Oleh karenanya, Indonesia layak mendapat predikat cash cow (sapi perah) abadi untuk negara donor seperti Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, atau siapapun yang yang memberi utang. Kita mahfum benar bahwa moto kampanye SBY-Boediono adalah: Lanjutkan! Ternyata dalam perjalanan pemerintahannya, termasuk melanjutkan kebiasan utang. Ya, ampun! (*)

http://www.tribunkaltim.co.id/read/artikel/48126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar