PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Senin, 11 Oktober 2010

Negara Kerajaan Indonesia

Tempo hari, artis gaek Pong Harjatmo nekat memanjat “gedung kura-kura” DPR dan menuliskan kalimat “JUJUR ADIL CERDAS”.  Kemarinnya lagi, ada pelajar SD bunuh diri, dan sebelumnya ada enam warga Cempaka Putih, Jakarta, mengubur diri karena menolak penggusuran. Mereka melakukan aksinya di pekarangan rumah mereka, Jalan Kompleks Perkantoran Rawa Kebo, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang rencananya digusur pemerintah.
Di dalam lubang berdiameter 1 m dengan dalam 1,2 m ada Salmah, Paidi, Dadang Sukanta, Dyatmo Suminto, Firzen Saleh, dan Suherman.
 nampaknya rakyat kini sudah tidak mempunyai jalan keluar karena sistem yang resmi tidak mengakomodasi dan tidak pernah bertanya kepada rakyat. Sebenarnya sistem pemerintahan sudah ada, sistem negara sudah ada, perwakilan rakyat juga sudah ada, tapi itu semua rupanya tidak mengakomodasi, sehingga akhirnya banyak yang mencari pola-pola solusi lain.

Maklum, kalaupun rakyat menempuh jalur hukum toh di jalur ini ada dismanajemen dan kelemahan-kelemahan konstitusi, bahkan pada beberapa kasus mengisyaratkan hukum kita belum jadi. Kalaupun sudah nampak jadi, masih ada gangguan dari aparat yang curang. “Kalau jatuhnya vonis A, ternyata praktiknya B. Ibaratnya kalau kita kehilangan kambing, menempuh jalur hukum malah bisa kehilangan sapi.
Menurut saya, negara ini belum layak disebut negara atau belum berperilaku normal laiknya sebuah negara. “Ini untuk mengatakan negara ini batal untuk disebut negara.”
Para petugas yang bekerja di pemerintahan dan para penegak hukum yang dibayar oleh rakyat belum berperilaku sebagaimana seharusnya. Maka tidak heran apabila muncul kasus-kasus seperti yang terjadi, termasuk yang dialami oleh enam warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat itu. Itu semua mencerminkan bahwa sekian lama kita membangun demokrasi, ternyata tidak sanggup meletakkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, sebagai pemilik negara, dan Tanah Air.
Bahkan, sudah menjadi gejala umum ada pemahaman pemikiran yang terbalik antara hubungan rakyat dengan negara, rakyat dengan pemerintah, dan pemerintah dengan negara.
Banyak aparat yang tidak mengerti bahwa negara ini adalah milik rakyat. Contohnya, KTP itu bukan tanda pengenal yang harus diminta oleh rakyat dalam rangka mengabsahkan mereka sebagai warga negara. Rakyat Indonesia itu begitu lahir kan secara otomatis sudah menjadi warga negara. Nah, pemerintah itu dibayar untuk menandai tanpa diminta oleh rakyatnya.
Sebagaii contoh lain. Jika polisi menilang, maka mereka meminta kartu identitas, SIM, STNK. “Kalau kita tanya balik, mohon Bapak menunjukkan tanda pengenal. Pada beberapa kesempatan, polisi biasanya menjawab bahwa yang ditilang tidak punya hak untuk meminta kartu identitas. Lah ini bagaimana, bukankah yang jadi bos itu rakyat? Tidak ada tilang pun masyarakat boleh sewaktu-waktu mengecek keabsahan para petugas penegak hukum, apa mereka beneran atau gadungan?”
Saya menyimpulkan, banyak aparat pemerintah yang tidak mengerti bahwa mereka adalah buruhnya negara, dan yang mempunyai negara adalah rakyat. Nah, sekarang ini rakyat tidak ada, yang ada adalah penduduk.
“Bedanya rakyat dan penduduk, dari terminologinya saja rakyat yang berasal dari bahaya Arab ro’yah artinyakepemimpinan, kumpulan manusia yang mempunyai kedaulatan. Sementara itu, penduduk adalah orang-orang yang tinggal di suatu tempat yang tidak memiliki kedaulatan apa-apa, sama dengan zaman kerajaan. Statusnya cuma menumpang. Jadi kesimpulannya, ini bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi negara kerajaan Indonesia.”

Negara Kerajaan Indonesia

oleh Rugeri Ngadi Pamudi pada 11 Oktober 2010 jam 9:23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar