PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Jumat, 19 Maret 2010

FOOD ESTATE : Istilah Baru Pembenaran Pembabatan Hutan

Gaung suara yang berisi upaya untuk mengurangi efek pemanasan global dan penyelamatan lingkungan seperti dideklarasikan akhir Pebruari lalu di Nusa Dua Bali belumlah usai, namun kita harus sudah menghela nafas lagi mendengar adanya program pemerintah bertitel Food Estate. Apa lagi ya..
Food Estate adalah sebuah konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas. Salah satu negara yang sudah menerapkan program ini adalah Brazil, yang menyulap berjuta hektar lahannya menjadi lahan food estate penghasil kedelai berskala besar dan penyuplai pangan dunia.
Seperti diberitakan Walhi, alih-alih meniru keberhasilan Brazil, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, sebagai payung hukum berinvestasi di food estate. Dan muncullah program bernama MIFE (Merauke Integrated Food and Energy Estate). 1,6 juta hektar lahan yang sebagian besar adalah hutan di Merauke akan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit, kedelai, tebu dan padi. Sudah bisa ditebak kan, para investor berkantong tebal telah antri dengan penawaran itu.
Namun yang disayangkan, apakah Pemerintah sudah mengkaji secara detail efek negatif dari program itu? Jangan hanya ingin meniru keberhasilannya saja namun dampaknya tidak difikirkan. Di Brazil sana, Maret 2006 lalu tercatat ribuan masyarakat sekitarnya mengalami sakit sebagai akibat penyemprotan herbisida di atas lahan kedelai hingga anginnya terbawa ke pemukiman masyarakat.
Alasan klise yang selalu diangkat adalah peningkatan ekonomi rakyat. Padahal jika sudah terealisasi, belum tentu masyarakat Merauke yang akan merasakan hasilnya langsung. Yang ada urbanisasi masyarakat daerah lain yang berbondong-bondong datang menjadi tenaga kerja perkebunan disana. Dan yang patut diingat, di Brazil setiap petani rata-rata mempunyai lahan seluas 5 hektar. Bandingkan dengan para petani di Indonesia.
Nah, jika jutaan hektar lahan hutan di Merauke jadi dibabat, maka berkurang pula paru-paru dunia, dan sudah dipastikan efek pemanasan global akan meningkat. Belum lagi hilangnya resapan air dan naiknya permukaan air laut, dan bencana-bencana lain yang mungkin akan menyusul. Duh, jangan tambah lagi kehancuran negeriku demi harapan sesaat yang hasilnya pun belum tentu dirasakan. [ameL]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar