PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Minggu, 08 Agustus 2010

Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan

Hakikatnya manusia dilahirkan dan mendapatkan hak,salah satunya adalah hak jaminan pendidikan yang layak sebagai mana yang tercantum dalam UUD'45 dalam kaitannya warga negara Indonesia.

Musim UN sudah berlalu,sekarang dengan seiring pergantian musim UN itu,musim masuk perguruan tinggipun di mulai.Beragam cara dan nama pun muncul, mulai dari jalur umum,jalur khusus,jalur prestasi,jalur alih jenjang,dan sejumlah nama lainnya.Yang menarik adalah,dari sekian nama itu ujung-ujungnya juga terkait dengan masalah biaya pendidikan,yang dari tahun ke tahun bukan semakin murah tetapi sebaliknya “Mahal”.

Bahkan tarif yang cukup mahal juga berlaku bagi calon mahasiswa yang menempuh jalur penelusuran bakat dan minat.Apalagi jalur khusus,yang biasa disebut “jalur tol”,mungkin biaya itu bisa lebih mahal lagi.

Mahalnya biaya masuk dan kuliah di PTN dipandang beberapa pengelola perguruan tinggi sebagai upaya “subsidi silang” antara mahasiswa kaya dan miskin.

Semakin lama biaya pendidikan di Indonesia makin tidak berperikemanusiaan.Biaya kuliah di luar negeri tak jarang bisa lebih murah dibanding PTN dalam negeri.Jadi,jangan salahkan bila anak-anak muda terbaik Indonesia memilih sekolah di luar negeri.

Kuliah di Indonesia betul-betul menyedihkan.Apalagi sekarang,modal pintar pun tak menjamin seseorang bisa kuliah di PTN lantaran biaya yang tak lagi murah.PTN tak jarang memasang tarif lebih mahal ketimbang perguruan tinggi swasta (PTS).Pendidikan bermutu memang membutuhkan biaya besar.Selama ini,perguruan tinggi di Indonesia kalah saing dengan yang di luar negeri.Masalah mutu inilah yang menjadi dalih bagi pemerintah Indonesia sebagai legalisasi pembuka keran sektor swasta jasa penyediaan pendidikan dengan melepaskan diri dari urusan pendidikan.

Sama halnya dengan liberalisasi di sektor migas,liberalisasi pendidikan juga mengharuskan pemerintah untuk melepas diri dari tanggung jawab dalam sektor pendidikan.Seperti tahun lalu untuk memuluskan liberalisasi migas,seluruh rakyat Indonesia “menikmati” kenaikan harga BBM dengan legalisasi UU migas.Begitu juga dengan pendidikan,Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) begitu kental dengan upaya pelegalan pelepasan diri pemerintah secara total.

Dengan lepas tangan pemerintah dalam penyedian sektor publik diharapkan mekanisme pasar akan menggantikan penyediaannya.Hal tersebut sesuai dengan “dogma” ilmu ekonomi kapitalis yang sangat mengagungkan pasar bebas.Jika pemerintah tetap ikut campur terhadap penyediaan sektor publik,maka pemerintah dianggap sebagai pengacau yang akan mengakibatkan ketidakefesienan dan keefektifan pasar.Ketidakefisienan dan ketidakefektifan inilah yang dianggap biang masalah rendahnya mutu perguruan tinggi di Indonesia.

Liberalisasi dan kapitalisasi yang merupakan pesanan para kapitalis tidak hanya menimpa dunia pendidikan.Patut disadari bahwa kebijakan global ini juga menimpa sektor ekonomi,politik,sosial,dan sektor lainnya yang akan mengebiri peran dan fungsi negara sebatas pelegalisasian kebijakan. Padahal,fungsi negara adalah mengurusi urusan rakyat, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan rakyat.

Kebijakan liberalisasi ini merupakan bentuk penjajahan baru yang canggih,yang sebenarnya telah dimulai sejak berakhirnya penjajahan dalam bentuk fisik.Dahulu,para imprealis dengan modalnya menjajah langsung,sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh suatu daerah karena nyata-nyata penjajah tersebut ada di hadapan.Namun,sekarang ini pola penjajahan tidak kasat mata,yang mana kita dapat merasakan,tetapi untuk mendeteksi musuh sebenarnya perlu analisis global terhadap suatu kebijakan.

Kita dapat melihat bahwa sebuah sistem tidak dapat berdiri sendiri.Masalah pendidikan tidak hanya masalah pada sistem pendidikan semata.Namun,permasalahan ini juga terkait dengan ekonomi,hukum,dan lainnya yang menyangkut sistem pemerintahan sekarang ini yang cenderung kapitalistik.Dengan paradigma sistem kapitalistik maka masuk akal jika segala sesuatu dinilai dari materi.Jadi,kalau mau pendidikan bagus otomatis harus dengan biaya tinggi.

Dengan paradigma sekarang,pemerintahan hanya berharap pemasukan untuk kas negara dari sektor pajak.Oleh sebab itu,pemerintah rajin untuk memprivatisasi segala sesuatu,termasuk pendidikan.

Ironis,ketika pemerintah mengklaim bahwa pendidikan di Indonesia telah mencapai target yang baik.Akan tetapi faktanya jutaan rakyat Indonesia gagal melanjutkan pendidikan dikarenakan biaya pendidikan yang sangat tidak terjangkau terutama bagi kalangan rakyat jelata.Penerapan BHP,penerapan UN yang terbukti gagal mencerdaskan kehidupan bangsa.Lantas haruskah kita mempertahankan itu semua kawan?.Haruskan generasi muda bangsa ini terus menerus mengalami keterbelakangan pendidikan akibat sistem dan kebijakan pemerintah yang tidak adil?.

Anggaran 20% yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan terindikasi dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat negara termasuk digunakan untuk kebijakan skandal bailout Bank Century sebesar 6,7 Triliun yang hingga hari ini tidak jelas digunakan untuk apa dana sebesar itu,bahkan dana tersebut hilang entah kemana.Bayangkan kawan,apabila dana 6,7 Triliun tersebut digunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,berapa jumlah infrastruktur pendidikan yang dapat dibangun?.Karena banyak infrastruktur pendidikan termasuk bangunan sekolah di daerah-daerah yang tidak layak pakai untuk proses belajar mengajar dan terancam roboh yang sewaktu-waktu mengancam keselamatan jiwa para pendidik dan yang dididik.Lantas dimana tanggungjawab pemerintah dalam menjamin keselamatan rakyatnya?.Dan dimanakah "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" yang tertera dalam Sila-5 PANCASILA?.

Oleh karena itu kita sebagai rakyat Indonesia harus mendesak pemerintahan untuk merealisasikan janji-janjinya terutama menyangkut pendidikan dan mendesak DPR untuk menghasilkan UU pendidikan yang pro rakyat.Atau pemerintah saat ini harus mundur!.Dan sudah seharusnya kita sebagai rakyat harus melawan segala bentuk LIBERALISASI dan KOMERSIALISASI pendidika diberbagai jenjang pendidikan,dari SD sampai kejenjang UNIVERSITAS.Karena ketika kita tidak melakukan perlawanan maka kita MENHIANATI PANCASILA dan UUD'45.Bahkan kita MENGHIANATI PERJUANGAN dan PENGORBANAN JIWA RAGA PARA PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA.

Seorang intelektual adalah seorang yang kenal akan kebenaran dan berani pula memperjuangkan kebenaran itu,meski bagaimanapun tekanan dan ancaman yang dihadapinya,terutama sekali kebenaran,kemajuan,dan kebebasan untuk rakyat.Seorang "intelektual" bukan hanya sekadar berfikir tentang kebenaran tetapi harus menyuarakannya,walau apapun rintangannya.

Seorang intelektual yang benar tidak boleh berkecuali,dan harus memihak kepada kebenaran dan keadilan.Dia "tidak boleh menjadi intelektual bisu,kecuali dia betul-betul bisu atau dibisukan".Intelektual palsu akan mengelabui mata dan mata rakyat dengan kebenaran palsu melalui penyelewangkan fakta dan pernyataan-pernyataan yang mengelirukan.Intelektual palsu banyak menggunakan retorik-retorik kosong.

*The End*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar