PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Rabu, 04 Agustus 2010

INDAHNYA RAMADHAN : Marhaban Ya Ramadhan

Kita hampir melewati bulan Sya’ban. Banyak orang di tengah masyarakat mulai sibuk menyiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan, bulan penuh rahmat dan barakah. Masyarakat sibuk dengan menghitung hari, masjid-masjid berbenah untuk persiapan shalat tarawih dan buka puasa bersama dan persiapan lain yang tengah disiapkan masyarakat terutama kaum muslimin. Tanpa banyak yang mengetahui apa sebetulnya makna dan hikmah yang terkandung di bulan Ramadhan tersebut.
“Marhaban ya Ramadhan”. Kalimat itu menggema di belahan dunia ini menandai datangnya bulan suci, bulan penuh berkah dan maghfirah yang senantiasa ditunggu-tunggu umat muslim. Jika kita merenung, makna dari kata Ramadhan begitu besar dan mendalam seakan menjadi titik tumpu setiap umat atas sejuta harapan untuk kehidupan yang lebih baik pasca Ramadhan. Banyak yang berpendapat, jika muara Ramadhan yang ditandai dengan “Idul Fitri” dijadikan sebagai hari kemenangan setiap umat yang menunaikannya. Benarkah pendapat tersebut?
Ramadhan adalah sebuah momentum yang amat ditunggu-tunggu umat muslim di berbagai belahan dunia. Kehadiran bulan suci diharapkan akan memberikan ”pencerahan” baru setelah (hampir) setahun lamanya kita berkutat dengan persoalan-persoalan duniawi yang tak jarang membuat kita mengabaikan terhadap nilai-nilai spiritual. Sangat tepat jika Ramadhan kita katakan sebagai jembatan untuk kembali meraih dan membangun nilai-nilai spiritual dalam diri umat.
Kurun waktu dua belas bulan, bukanlah waktu yang sebentar. Dalam kurun itu, kita tidak sadar telah menumpukkan berbagai bentuk pengingkaran, baik terhadap sang Khalik maupun terhadap diri sendiri, serta terhadap sesama umat. Alhasil khilaf, salah, dan dosalah yang bersarang dalam diri yang bersebut sebagai makhluk paling sempurna dengan kelengkapan akal dan pikiran. Oleh karenanya, kita sepakat jika Ramadhan yang penuh dengan kesucian kita maknai sebagai bulan “pencerahan” bagi umat muslim di berbagai belahan dunia.
Begitu mendalamnya makna Ramadhan, hingga kita saksikan ternyata tanpa komando pun keagungan Ramadhan akan terasa di setiap penjuru. Berbagai aktivitas kehidupan pada bulan tersebut berbeda sekali dengan bulan-bulan di luar Ramadhan. Setiap orang sepakat untuk menghormati kehadiran bulan tersebut. Seharusnya kita berpikir, bahwa begitu banyak nilai dan norma yang akan terbentuk ulang dalam diri setiap umat dan kembali menjadi cerah sebagai pancaran harapan untuk kehidupan lebih baik. Itulah hikmah Ramadhan. Pikiran sederhana tentang hikmah Ramadhan, menyiratkan bahwa ada beberapa sudut kehidupan dalam wilayah tingkah laku ketika bersosialisasi dengan sesama di tengah-tengah kehidupan.
Pertama, sabar. Kata sabar mudah sekali diucapkan, tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan. Melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan sangat melatih kesabaran kita. Sebagai ilustrasi, kita sabar tidak makan dan minum sepanjang hari sebelum waktunya tiba. Ketika sore hari menjelang waktunya berbuka puasa, tanpa kesabaran tidak mungkin kita dapat bertahan. Sekalipun hanya tinggal hitungan menit kita tetap menunggunya dengan sabar, tidak berani menghampiri dan menyentuh sajian makanan dan minuman sebelum waktunya tiba.
Ramadhan adalah bulan di mana kita hendaknya melepaskan diri dari amarah dan syahwat. Karena sejatinya berpuasa dalam bulan Ramadhan adalah menahan diri dari syahwat (keinginan) baik mulut, perut dan apa yang ada di bawah perut, serta menahan diri dari amarah. Dua hal itulah yang senantiasa membebani hidup manusia sehingga tidak dapat merasakan hakikat hidup. Ketika kita bisa membebaskan diri dari amarah dan syahwat, maka hidup ini akan terasa enak, nikmat, ringan dalam beramal dan berbuat kebaikan. Nah, hal itulah yang menjadi target kualifikasi dari para lulusan Madrasah Ramadhan. Lalu, bagaimanakah persiapan kita agar dapat menjadi murid yang baik di Madrasah Ramadhan ?
Kedua, jujur. Jujur pun demikian sulit sekali untuk dilaksanakan. Jujur adalah salah satu sifat yang bertolak belakang dengan keinginan manusia pada umumnya. Bulan suci Ramadhan akan mengelola sifat jujur itu. Ada satu kalimat atau ungkapan yang sering kita sebut ketika masuk bulan suci Ramadhan yaitu “tidak boleh berbohong”. Ungkapan itu menandakan bahwa kejujuran sangat diperjuangkan di bulan yang suci itu, sehingga selama Ramadhan segenap umat akan berlatih untuk bersikap jujur.
Ketiga, disiplin. Ilustrasi yang melukiskan bahwa kedisiplinan sangat dilatih di bulan suci Ramadhan, tidak diragukan lagi. Sebagai contoh saja, misalnya tahapan kegiatan dalam satu hari satu malam sepanjang bulan tersebut sangatlah teratur. Ketika dini hari, kita sudah harus bangun dalam jam tertentu untuk melaksanakan sahur, boleh makan dan minum sampai tiba waktu imsak. Mulai waktu imsak, sepanjang hari kita tidak berani makan dan minum sebelum waktu buka puasa tiba. Selepas shalat Magrib, bersama-sama melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan tidak jarang diikuti dengan kegiatan ibadah lainnya ketika malam hari. Runtutan kegiatan itu terus berulang sepanjang bulan Ramadhan, disiplin sekali.
Keempat, kebersamaan atau berempati. Manusia sebagai makhluk sosial harus mengedepankan kebersamaan. Di bulan suci Ramadhan, sikap kebersamaan sangat terlihat dengan jelas. Ini membuktikan bahwa bulan Ramadhan pun akan melatih kebersamaan dalam kehidupan. Banyak sekali kegiatan yang dilakukan bersama-sama, misalnya membantu dan menolong tercermin ketika melaksanakan zakat fitrah. Di akhiri dengan ucapan dan doa: “Taqabballahu minna wa minkum taqabbal ya karim”. Mulai dari kehidupan keluarga; kita melaksanakan makan sahur bersama keluarga dan tidak ada yang berani menolaknya. Shalat tarawih berjamaah menyemarakkan kegiatan di setiap mushola dan masjid. Saling membantu dan menolong tercermin ketika melaksanakan zakat fitrah. Di akhiri dengan ucapan dan doa: Taqabballahu minna wa minkum taqabbal ya karim.
Dalam lafal doa di atas terdapat kata “berkahilah”. Apakah makna dari “berkah” itu? Berkah memiliki makna ziyadatul hasan atau ziyadatul khair, yaitu bertambahnya kebaikan. Sesuatu itu bisa disebut berkah manakala ada sebuah peningkatan atau bertambahnya kebaikan yang dikarenakan sesuatu itu. Misalnya seseorang memiliki keberkahan rezeki, itu berarti rezeki tersebut memberikan tambahan kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Entah dengan rezeki itu dia dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik, atau menunaikan hak orang-orang fakir dan miskin, dan seterusnya. Yang jelas ada nilai kebaikan dari sesuatu itu, yang tentunya kebaikan tidak hanya di dunia.
Sebagai refleksi akhir Ramadhan, dapat kita bandingkan suasana kaum muslimin di masa Rasulullah saw. dengan masa terkini. Selama sebulan penuh kita dikondisikan untuk bersabar, jujur, disiplin, dan berempati sesama muslim lain. Ujungnya pada 1 Syawal kita mengalami “kemenangan” setelah terkondisi menahan diri sebulan. Adapun, kaum muslimin di masa Rasulullah justru bersedih ketika akan berpisah dengan bulan Ramadhan. Mereka justru berharap agar Ramadhan bukan hanya 1 bulan, melainkan 12 bulan. Dengan mata batinnya, kaum muslimin masa itu justru merasakan euforia kemenangan selama bulan Ramadhan, bukan setelah bulan Ramadhan. Dan pada saat itulah kaum muslimin dahulu benar-benar mampu merasakan indahnya Ramadhan.
Di bulan yang penuh berkah ini, mari kita jadikan Ramadhan yang suci sebagai momentum untuk bangkit dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan seraya memohon ampunan, bimbingan, dan petunjuk-Nya. Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga diberi kekuatan untuk menjadi hamba Allah yang lebih bertakwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar