PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Minggu, 21 Maret 2010

Tahun 2012 Kampus IKJ Mulai Beroperasi di Kota Tua?

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sudah mantap akan membuka kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Kota Tua pada 2012. Pada tahun itu, kampus baru IKJ di Kota Tua sudah harus menerima murid baru. Yang jadi pertanyaan, gedung mana yang dipilih Pemprov DKI untuk disiapkan jadi sekolah. Hingga kini, Pemprov DKI masih dalam proses negosiasi dengan pihak BUMN, apakah harus dibeli atau kerja sama operasi.

“Kita belum bicara soal harga, apakah harus beli atau kerja sama operasi. Prinsipnya asal mereka bersedia gedungnya dipakai. Dan IKJ ini nantinya dikelola DKI, kita harapkan akan jadi pemicu gedung lain,” kata Deputi Gubenur DKI Jakarta bidang Kebudayaan dan Pariwisata, Aurora Tambunan, beberapa waktu lalu.

Pembukaan kampus IKJ tak lain sebagai upaya menjadikan kawasan tersebut sebagai sentra industri kreatif khususnya bidang seni dan perfilman. Sejak revitalisasi Kota Tua berlangsung, bangunan milik BUMN dirasakan Pemprov DKI sebagai hambatan, pasalnya jumlah bangunan di Kota Tua memang kebanyakan milik BUMN dan lebih banyak yang telantar. Padahal untuk menghidupkan kawasan itu perlu juga memfungsikan bangunan tua milik BUMN sehingga tidak jadi sarang pemulung atau dibiarkan hancur.

Lola, demikian Aurora biasa disapa, menambahkan, di Kota Tua bangunan milik Pemprov DKI hanya empat – harusnya enam, yaitu empat museum (Museum Bahari, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, serta Museum Seni Rupa dan Keramik), gedung Balai Konservasi, dan satu bangunan yang sudah tak utuh lagi di Jalan Nelayan (seberang Jembatan Kota Intan) – dari total 284 bangunan kuno di Kota Tua. Sebanyak 23 bangunan lain adalah milik BUMN dan sisanya milik swasta dan perorangan. Pemprov DKI berharap, jika bangunan BUMN bisa difungsikan maka gedung lain milik swasta dan perorangan akan mengikuti.

“Kita maunya bergulir, bertahap. Kalau ada gedung BUMN hidup, swasta dan perorangan diharapkan juga menghidupkan gedung mereka. Memang perlu ada insentif dan disinsentif pajak, tapi itu kan bukan kewenangan Pemprov DKI. Tapi kalau belum ada insentif aja sudah ada pemilik yang memfungsikan gedungnya, apalagi kalau sudah ada kebijakan keringanan pajak,” imbuhnya, ketika tahu bahwa sudah ada satu lagi gedung milik perorangan yang sudah difungsikan menjadi Gazebo CafĂ© di Jalan Kunir.

Ia menambahkan, jika pemilik bangunan tidak mengelola bangunannya dengan baik, pemerintah berhak mengambilalih pengelolaan. “Itu ada dalam UU (Benda Cagar Budaya), dan itu harus disadari oleh pemilik bangunan,” tandas Lola.

Sementara itu pengelola bangunan milik Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Robert Tambunan menyatakan, “Belum ada pihak Pemprov DKI yang datang ke kita untuk membicarakan soal ini. Memang sudah ada izin jual dari Menneg BUMN yaitu untuk Cipta Niaga. Enggak ada sistem sewa. Tapi kita belum diajak bicara, kok.”

Menurutnya, hingga kini belum ada penawaran proposal padahal Menneg BUMN yang dulu, Sofyan Djalil, sudah menyarankan agar DKI bicara dengan pemilik bangunan. “Pemilik bangunan kan PPI, jadi bukan ke Menneg dulu, tapi ke kami dulu, baru ke Menneg,” tambahnya.
Cipta Niaga yang ada di ujung Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Kalibesar III, dulu sudah pernah direncanakan akan dijadikan hotel tapi rencana itu kandas. Bangunan seluas 6.000 m2 di atas tanah seluas 4.000 m2 itu ada di kawasan inti atau zona inti Kota Tua. Dari data yang diberikan pihak Kelurahan Pinangsia, NJOP kawasan itu nyaris Rp 7 juta/m2.

Beberapa gedung lain

Gedung Cipta Niaga adalah gedung keempat di Batavia yang rancangannya dibuat oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit dan dibangun pada tahun 1913. Gedung yang pernah digunakan oleh PT Tjipta Niaga ini dahulu bernama “Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam” atau dikenal dengan nama “Rotterdam Internatio”. Perusahaan Rotterdam Internatio merupakan salah satu dari lima perusahaan besar di Hindia Belanda yang dikenal dengan nama “The Big Five”. Perusahaan ini bergerak dalam bidang perbankan dan perkebunan.

Bangunan di sebelahnya, bangunan G Kolff & Co, di sudut Jalan Kalibesar Timur III, dan Jalan Kalibesar Timur, juga menjadi milik PT Tjipta Niaga. Bangunan dari tahun 1860 ini adalah bekas toko buku pertama di Batavia. Kini bangunan ini juga kosong dan dalam kondisi buruk.

Di Jalan Nelayan, Pemprov DKI punya aset seluas lebih dari 12.000 m2. Bangunan yang ada di sana sudah tak utuh lagi, ada pula bangunan yang masih terbilang utuh di bagian dalam masuk ke Jalan Cengkeh.

Dari pintu masuk di Jalan Nelayan (tak jauh dari Jembatan Kota Intan) terlihat lahan kosong di dalam kawasan milik Pemprov DKI itu biasa untuk parkir truk. Secara keseluruhan aset Pemprov DKI ini terletak tak jauh dari lokasi yang diperkirakan bekas tempat berdirinya Gerbang Amsterdam. Beberapa waktu lalu, Wali Kota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan pernah menegaskan, aset itu bisa dijadikan lahan parkir.

Di Jalan Kunir, tak jauh dari kawasan inti Kota Tua, juga ada gedung yang masih tegak. Kondisinya masih sangat baik. Hanya saja gedung itu kosong, bahkan di bagian depan ditutup seng. Gedung bekas kantor Geo Wehry & Co ini mulai dibangun sekitar tahun 1925-1926 dan didesain oleh arsitek yang juga mendesain Stasiun Jakarta Kota, FJL Ghijsels. Gedung Geo Wehry lainnya ada di Kota Lama Padang, tak jauh dari Jembatan Siti Nurbaya. Bangunan tersebut termasuk yang terkena dampak gempa akhir September tahun lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar