PROKLAMASI

PROKLAMASI
INDONESIA

Selasa, 16 Februari 2010

Detik Sakratul Maut Rasulullah SAW

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya

Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,tapi burung-burung Gurun enggan mengepakkan sayapnya

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah,

"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan

bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an.

Barang siapa mencintai sunnahku,berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan

bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca

Umar dadanya naik turun karena menahan napas dan tangisnya

Ustman menghela napas panjaaang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"

Desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu hampir usai menunaikan tugasnya di dunia

Dan tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap tubuh Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana kalau bisa ingin rasanya menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rumah Rasulullah yang hanya sebuah gubuk di samping masjidnya masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam
"Assalamu alaikum Bolehkah saya masuk?"

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,

"Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahu ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Satu-persatu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,"

kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertai.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu dan para bidadarin sudah ta sabar menunggu kedatangan mu," kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar kabar ini wahai kekasih Alloh?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,"

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.

Perlahan ruh Rasulullah ditarik

Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Lirih Rasulullah mengaduh.

Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril, jibril membuang muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu yang senantiasa menemaninya dalam setiap kesempatan dalam kesusahan dan cemoohan serta hinaaan para kafirin.

" Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajalnya," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena saking sakit yang tak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikumbisshalati, wamaa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu

" Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Ummatii itulah kita,, yang Rasulullah sebut bukanlah Isteri tercintanya, bukanlah Abu-bakar mertua yang sekaligus sahabatnya, bukan Abdullah ayahnya, dan bukan Aminah ibunya,, tapi kita,, umatnya,, T.T

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu.
Dan kini, mampukah kita mencintai seperti Cintanya kepada kita?

Allahumma sholli ’ala Muhammad wa baarik wa salim ’alaihi

Betapa.... cintanya Rasulullah kepada kita.

“Ya Alloh tumbuhkan lah dalam hati ini kecintaan kepada keasih Mu”

Aku Rindu bertemu dg mu yaa Rosululloh.

Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani kehidupan.

Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap tingkatan langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama, bagi setiap amalan yang dikerjakan.

Ia, Muhammad yang selalu menyayangi fakir miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa memperhatikan manusia lain yang berkekurangan.

Dan Ia, Muhammad, tak akan pernah kembali lagi.

Sungguh, Madinah berubah kelabu. Banyak manusia terlunta di sana

Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, menyenandungkan syair kenangan untuk sang penerang, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh angkasa.

Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi:
• Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,
• Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam
• Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,
• Ku tau perut mu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum
• Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan
• Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir

Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh di setiap medan jihad itu, kini menghunus pedang.
Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar tatap wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka bahwa Umar sungguh-sungguh.

Umar terguncang.
Umar bersumpah.
Umar berteriak lantang.
Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di hadapan para sahabat yang terlunta-lunta menunggu kabar manusia yang dicinta.

Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan lantunan adzan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid.

Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’.
Di dekat angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti.

Setiap berdiri kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja jelas tergambar.

Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut,

"Aku mencintaimu duhai Muhammad, aku merindukanmu kekasih".

Bilal, budak hitam yang kerap di sanjung Nabi karena suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.

Saudaraku, Sang penerang telah pergi menemui yang Maha tinggi

Purnama Madinah telah kembali, menjumpai kekasih yang merindui

Dan semesta, kehilangan pelita terindahnya

Saya mengenangmu ya Rasulullah, meski hanya dengan setitik tinta pena

Saya mengingatimu duhai pembawa cahaya dunia, meski hanya dengan selaksa kata

Sahabat, kenanglah Nabi Muhammad Saw, meski dalam kelengangan yang sempurna, agar hal ini

menjadi obat ajaib, penawar dan penyembuh kegersangan hati yang kerap berkunjung

Agar, di akhirat kelak, dengan agung Nabi memanggil semua manusia yang senantiasa merindukan dan mencintainya

Dan semoga kita salah satu diantara yg di panggil Oleh Rosululloh

Jika saat ini ada yang bening di kedua sudut kelopak mata kita, berbahagialah, karena mudah-mudahan ini sebuah pertanda.

Pertanda cinta tak bermuara. Dan, ketika kita tak dapati air mata saat ini, kau sungguh mampu menyimpan cinta itu di dasar hatimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar